Senin, 10 April 2017

4 Pelatih Terbaik Indonesia Sepanjang Masa

1. Toni Pogacnik
Selain menjadi pelatih terlama bagi tim nasional Indonesia, pelatih berkebangsaan Yugoslavia tersebut merupakan salah satu pelatih terbaik Garuda sejauh ini. Bagaimana tidak? Sejumlah pencapaian mengagumkan sukses diraih oleh Tony semasa menjabat sebagai pelatih.
Sebut saja sukses menjuarai Piala Asia Muda (kini Piala Asia U-19) bersama Myanmar (1961),  mencapai babak semifinal Asian Games Manila (1954), bermain imbang 0-0 melawan Uni Soviet pada babak perempat-final di Olimpiade Melbourne (1956) dan sebuah medali perunggu di ajang Asian Games 1958 (Tokyo) menjadi raihan terbesarnya.
Tak hanya itu, dirinya juga berhasil membangun kekuatan menakutkan di skuat tim nasional kala itu. Buktinya, pada tahun 1962 Jopie Leepel cs dapat mencapai standar kekuatan tim internasional (Tempo, 1972).

Hasil-hasil manis tersebut adalah buah dari kerja keras sang pelatih. Sejak diberi amanat oleh Presiden Soekarno untuk menangani timnas, Pogacnik langsung mencari bakat-bakat sepakbola ke seluruh pelosok daerah. Selain itu, ia mengerti bagaimana memanfaatkan pemain-pemainnya yang terbilang pendek agar tetap mampu bersaing dengan tim-tim kuat, baik di Asia maupun Eropa.
Sayangnya, skandal suap yang melibatkan para pemainnya di bulan Januari 1962 silam membuat Pogacnik kehilangan mimpinya untuk bisa membangun sebuah tim yang benar-benar diperhitungkan di level dunia.

2. Anatoli Polosin
Gelar juara SEA Games 1991 yang berhasil diraih oleh tim nasional Indonesia adalah berkat tangan dingin Anatoli Polosin. Bersama dengan dua asistennya, Danurwindo dan Vladimir Urin, pelatih asal Rusia tersebut berhasil membuat skuat Merah Putih menampilkan permainan cemerlang.
Setali tiga uang dengan Toni Pogacnik, dia memberlakukan metode latihan cukup keras. Dibawah arahannya, timnas dipaksa bermain dengan intelejensi serta ketahanan fisik yang tinggi. Tak ayal di awal masa kepelatihan Polosin, sejumlah pemain memilih untuk kabur dari pelatnas, di antaranya Fachry Husaini, Ansyari Lubis dan Eryono Kasiha.
Pada tiga pertandingan persahabatan pertama, Ferri Hattu cs memang menjadi lumbung gol. Mereka kalah dari Malta (3-0), Korea Selatan (3-0) dan Mesir (6-0). Namun, semua itu tak dipermasalahkan olehnya, Polosin  justru puas dengan perkembangan fisik para pemain.

Barulah semua metode pelatihannya tersebut membawa hasil ketika Indonesia berlaga di ajang SEA Games 1991 Manila, Filipina. Garuda membabat satu persatu lawan, sebut saja Malaysia (2-0), Vietnam (1-0), Filipina (2-1), Singapura (menang adu penalti) dan terakhir di laga final melawan Thailand (4-3 lewat adu penalti).

3. Endang Witarsa
Endang Witarsa juga termasuk pelatih terbaik tim nasional sejauh ini. Bersama dengan pria yang meninggal pada 2 April 2008 tersebut, Indonesia sukses meraih sejumlah gelar prestisius. Di antaranya, Piala Raja Thailand (1968), Merdeka Games Malaysia (1969), Pesta Sukan Singapura, Anniversary Cup (1972) dan Agha Khan Cup Pakistan (1972).
Kedigdayaan skuat Garuda di era 1970-an memang tak lepas dari kedisiplinan yang diterapkan olehnya. Pria yang memiliki gelar dokter ini pun dikenal sebagai pelatih keras yang disiplin.
Selain memberikan prestasi gemilang, ia juga tercatat melahirkan pemain-pemain bintang. Anwar Ujang, Bambang Sunarto dan Widodo C Putro adalah sejumlah nama yang merupakan hasil binaannya.


4. Bertje Matulapelwa
Pria yang lahir di Ambon ini bisa dibilang sebagai salah satu dari sedikit pelatih lokal yang bisa masuk dalam kategori terbaik. Semasa ia melatih, tim nasional sukses menorehkan tinta emas di ajang SEA Games 1987 silam.
Ia dipercaya membentuk skuat baru selepas kekalahan telak 7-0 dari Thailand di SEA Games 1985. Untuk memantapkan permainan timnya itu, Bertje memanggil pemain-pemain berbakat di era Galatama dan Perserikatan, seperti Ricky Yakobi, Robby Darwis dan Ribut Waidi.
Di balik penampilan luar biasa anak-anak asuhnya kala itu, sebetulnya masalah tengah menyelimuti klub-klub nasional. Kesulitan ekonomi mendera klub-klub lokal yang berkompetisi. Namun, Bertje akhirnya mampu menyuntikkan semangat kepada skuatnya tersebut.

Akhirnya Yacobi cs sanggup bermain tanpa memikirkan uang sepeserpun. Dengan semangat nasionalisme mereka juga mampu mempersembahkan yang terbaik untuk negaranya.

10 Kiper Terbaik Indonesia Sepanjang Masa

Indonesia punya banyak pemain sepakbola berbakat. nih pengen bikin peringkat kiper terbaik yang pernah jadi penjaga gawang kesebelasan Indonesia,
1. Maulwi Saelan

Maulwi Saelan (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Agustus 1928; umur 81 tahun) adalah salah satu pemain sepakbola legendaris, bermain di Olimpiade 1956 dan juga pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia juga pernah menjadi salah satu ajudan pribadi presiden Soekarno. Selain itu ia dikenal juga sebagai pendiri Taman Siswa Makassar.
2. Ronny Paslah
Ronny Pasla (Medan, 15 April 1947 adalah mantan kiper Indonesia yang berkiprah sekitar tahun 1960’an – awal 1970. Ejaan namanya sering juga ditulis sebagai Ronny Paslah.punya julukan Macan Tutul.

Prestasi Tim Nasional Indonesia
* Timnas Indonesia, Juara Piala Agakhan di Bangladesh, 1967
* Timnas Indonesia, Juara Merdeka Games, 1967
* Timnas Indonesia, Peringkat III Saigon Cup, 1970
* Timnas Indonesia, Juara Pesta Sukan Singapura, 1972

3.Yudo Hadianto
Yudo Hadianto (lahir di Solo, Jawa Tengah, 19 September 1941; umur 68 tahun) adalah salah satu pemain sepak bola legendaris Indonesia era 1960-an dan 1970-an. Pada masanya ia sempat diakui sebagi kiper terbaik Asia. Selain itu ia pernah kuliah di Fakultas Ekonomi UI periode 1960-1963 tetapi tidak selesai.
Tim Nasional (1961-1976)
* Juara Merdeka Games 1962, 1969, 1974 di Kuala Lumpur, Malaysia
* Juara King’s Cup 1968 di Bangkok, Thailand
* Juara Aga Khan Cup 1970 di Bangladesh

4.Hermansyah
courtesy of Hermansyah
Mantan Kiper Tim Nasional era 90 -an, membela klub Mastrans Bandung Raya, dan ikut memberikan gelar juara Liga Dunhill bagi klubnya. dikenal sebagai kiper tangguh, dan spesialis pemblok penalti. Soal urusan penalti, Hermansyah di timnas sempat dilatih oleh pelatih kiper Brazil, Barbatana.
Berikut catatan karir seorang Hermansyah :
Tim Nasional :
– Diklat Salatiga Th 1979-1982.
– PSSI Junior 1982;
– PSSI Garuda 1982 – 1985 ( Runner Up Kings Cup Bangkok)
– PSSI PPD Juara Sub Grup 3 A. Selangkah lagi Mewakili Asia Kejuaraan Dunia Di Mexico ( Wakilnya Korsel)
– PSSI Rajawali 1986. PSSI A 1987 ( TC Brasil 1 Bulan)
– PSSI Merdeka Games 1988- 1989.

Club :
– Pelita Jaya ( 1988-1990 Juara Galatama)
– Bandung Raya ( 1993- 1996 Juara Liga 1 dan Runner Up Liga Ke II ) – – Persikabo 1997
– Persikota 1998-20009 ( Pemain . Pelatih Keeper 2000-2004)

Coaching career :
– Pelatih Keeper Persija (2005-2006)
– Pelatih keeper Persebaya (2008)
– Pelatih Keeper Persidafon (2009-2010)
– Pelatih Keeper Persema (2010 Sampai Sekarang )
– Pelatih Keeper Nasional Asean Games 2003. ( Tc Di Antalya Turky 1 Bulan )
– Pelatih Keeper Olympik- U-23 )

5.Kurnia Sandy
Penerus Hermansyah di tim nasional. didikan PSSI Primavera, Kurnia Sandy juga pernah bergabung setahun dengan tim italia, Sampdoria, walau tak sempat bermain. pulang ke Indonesia, Kurnia Sandy memperkuat Pelita Jaya, Persik Kediri, Arema Malang, Persebaya Surabaya. seperti Hermansyah, Kurnia Sandy dikenal sebagai kiper yang memiliki kemampuan dan skill di atas rata – rata.
6. Listianto Raharjo
salah satu nama yang sempat menjaga gawang Tim Nasional adalah Listianto Raharjo, tangguh dan cekatan dalam menjaga gawang adalah nilai plusnya.
7.Hendro Kartiko
penjaga gawang tim nasional pasca era Kurnia Sandy. karirnya dimulai dari Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, dan kini membela Sriwijaya FC. menyabet gelar kiper terbaik pada Piala Asia 2000, dan dijuluki “Indonesian Fabien Barthez”.
8.Jendri Pitoy
pasca era Hendro Kartiko, Jendri Pitoy sempat mengisi posisi penjaga gawang tim nasional, penjaga gawang Persipura Jayapura ini juga dikenal pandai membaca arah bola dan tangguh.
9.Markus Horison
namanya mencuat kala membela PSMS Medan, Kiper yang kini bermain untuk Arema Malang ini, dikenal tangguh dalam bola – bola atas. salah satu penampilannya yang terbaik adalah ketika Piala Asia 2007 di Jakarta, walau akhirnya Indonesia kalah 0-1, penampilannya mengundang decak kagum, sampai saat ini Markus Horison, yang sekarang telah menjadi muslim, dan merubah nama menjadi Markus Haris Maulana, menjadi pilihan utama di tim nasional senior.
10.Sumardi
Last but not Least, Sumardi layak diberi gelar salah satu kiper terbaik Indonesia, memperkuat Tim Nasional era 90-an, Sumardi dikenal dengan kesetiaannya membela klub PKT, tahun lalu Sumardi sempat memperkuat Deltras Sidoarjo, dan tahun ini kembali ke PKT yang berubah menjadi Bontang FC. sulit dibobol lawan, ciri khasnya adalah rambut kuncirnya.

Ganda Putra Terbaik Indonesia Sepanjang Masa

Rexy Mainaky/Ricky Subagja
  Copyright: INTERNET
Tak lama nama Eddy Hartono/Rudy Gunawan bersinar, munculah pasangan Rexy Mainaky/Ricky Subagja. Kedua pasangan asal Indonesia itu menjadi pesaing kuat ganda putra dunia di sepanjang tahun 90an. Setelah Eddy/Hartono tak mampu merebut emas Olmpiade Barcelona 1992, akhirnya lewat pasangaan Rexy/Ricky lah emas pertama ganda putra di olimpiade mampu dibawa pulang ke tanah air setelah di final Rexy/Ricky menaklukan wakil Malaysia, Cheah Soon Kit/dan Yap Kim Hock di Olimpiade Atlanta 1996.
Deretan gelar juara bergengsi pun mampu Rexy/Ricky persembahkan untuk Indonesia, seperti juara All England dua kali berturut-turut 1995 dan 1996, juara dunia 1995, juara Indonesia Open 1993 dan 1994, juara Asian Games 1994 dan 1998, serta masih banyak lagi.
Rexy/Ricky seolah sudah menjalin “kontrak hidup” dengan bulutangkis. Bagaimana tidak, hingga saat ini, keduanya masih mengabdi dan turut andil membangun bulutangkis Indonesia. Rexy/Ricky saat ini masuk dalam jajaran pengurus Persatuan Bulutangkis Indonesia (PBSI) dengan jabatan yang berbeda. Rexy menjadi Kabid Pembinaan dan Prestasi sedangkan Ricky menjabat sebagai Kasubid Pelatnas.

Reinaldy Atmanegara, Atlet Taekwondo Berprestasi dari Indonesia

Dibalik pembawaannya yang pendiam dan kalem, siapa sangka remaja ganteng ini adalah seorang atlet taekwondo kebanggaan Indonesia. Wajahnya yang rupawan bisa membuat cewek-cewek terpesona saat dia melakukan tendangan kepada lawannya.


Reinaldy Atmanegara, remaja kelahiran tangerang 20 april 1995 ini juga seorang mahasiswa yang sudah tidak diragukan lagi kemampuannya dibidang olah raga ini. Rei panggilan akrabnya yang saat ini masih menjadi mahasiswa semester 7 jurusan Hukum di Stiekubank Semarang. Ia mulai menyukai taekwondo sejak kelas 2 SD.
Selain mempunyai hobi jalan-jalan dan makan, ia mulai serius menekuni olah raga yang menurut sebagian orang cukup menantang ini sejak masih bocah.  Saat itu ia menjadi juara pertama tingkat propinsi. Mulai saat itu Rei mulai ketagihan dan sampai saat ini menjadi atlet taekwondo.
Sebagai seorang atlet taekwondo ia mempunya tugas yang harus dilakukan. Berikut detailnya:
1. Latihan wajib setiap hari senin-jumat dari pagi sampai sore.
2. Sekolah/kuliah yang harus tetap seimbang dengan passion demi masa depan.
Tak lupa ia  juga memberi tips yang bisa dijadikan modal untuk menjadi atlet taekwondo :
1. Disiplin.
2. Makan teratur dan konsumsi vitamin.
3. Mental dan fisik harus selalu terjaga.
4. Mempunyai tehnik yang baik.
Suka dukanya seperti apa, sebagai atlet taekwondo Rei mengatakan, sukanya  bisa jalan-jalan ke luar negeri, dapat bonus dan juga mendapat banyak teman dan kenalan dari berbagai negara.
Sedangkan menurut dia, dukanya adalah pada saat melakukan tendangan tidak tepat sasaran kadang merasa stres, kangen keluarga, serta badan terasa sakit-sakit setelah pertandingan.

Prestasi-prestasi yang pernah diperoleh Rei dari junior selama 3x berturut2 menjadi juara nasional (resmi). Saat dewasa Masuk menjadi 8 besar kejuaraan dunia 2x berturut-turut, kemudian saat juara Sea Games 2015. Masih banyak lagi kejuaraan yang dimenangkan oleh Rei.
Demikian wawancara Lasmie dengan Rei, semoga Rei semakin sukses dan semakin banyak prestasinya di kejuaraan-kejuaraan yang sudah menanti,serta sukses juga kuliahnya.

Sejarah Taekwondo di Indonesia

Tae kwon-do merupakan salah satu cabang seni olahraga bela diri yang berasal dari Korea Selatan.
Makna dari Taekwondo mempunyai arti yaitu :
Tae = kaki
Kwon = pukulan dengan tangan/tinju
Do  = sistem/cara/seni
Arti kesuluruhan Taekwondo adalah : seni beladiri yang menggunakan kaki dan tangan sebagai senjata beladiri untuk menaklukan lawannya.
Menurut sejarah Tae kwon-do berkembang sejak tahun 37M. Pada masa dinasti Kogooryo di Korea. Masyarakat menyebutnya dengan nama berbeda, yaitu Subak, Taekkyon, taeyon. Tae kwon-do kerap dijadikan pertunjukan acara ritual yang dilakukan oleh bangsa Korea, bela diri Tae kwon-do menjadi senjata bela diri andalan para ksatria. Sejarah panjang Korea pada dinasti Chosun kuno, kerajaan Shila, dan dinasti Koryo pada masa kejayaannya.
Pada saat Korea merdeka pada tahun 1945 rakyat Korea berusaha mengembangkan Taekwondo yang merupakan seni bela diri tradisional Korea, sehingga Taekwondo diterima dan berkembang pesat diseluruh dunia.
WTF adalah suatu badan Federasi Taekwondo Dunia yang resmi berdiri pada tanggal 28 Mei 1973 sebagai Presiden adalah Kim Un Yong bermarkas di Kukkiwon (Seoul) Korea Selatan. WTF program resmi pertahanan nasional kalangan Polisi dan tentara. WTF beranggotakan lebih dari 186 negara
Kejuaraan Dunia pertama kali diadakan oleh WTF pada tanggal 25-27 Mei 1973 di Seoul diikuti oleh 18 Negara.
Tae kwon-do aliran WTF berkembang di Indonesia pada tahun 1975 yang membawa aliran ini adalah Mauritsz Dominggus yang datang ke Indonesia pada tahun 1972 di Tanjung Priok, Jakarta Utara
Pada saat itu Tae kwon-do di Indonesia belum berkembang karena Bela Diri karate lebih dulu hadir di Indonesia seperti aliran Karate Shindoka beberapa pelatih diantaranya : Simon Kaihena – Jopi Yan Rainong – Hady Sugianto – William Giritz – Sukanda – Hasan Johan – Hendry Sanuri (Alm) - Drs. Rosid M. Siregar (Alm) – Mujiman (Alm) dan Harry Tomotala(Perguruan Karate PERKINO). Mereka tersebut bergabung dengan Mauritsz Dominggus berasal dari Ambon yang merupakan pemegang sabuk hitam Taekwondo yang belajar di Belanda dan membentuk perguruan dengan nama KATAEDO. Gabungan kata karate dan Tae kwon-do.
Pada tanggal 15 Juli 1974 atas saran Prof. Kim Ki Ha (Ketua Asosiasi Korea di Indonesia) KATAEDO di ganti nama Institut Tae kwon-do Indonesia (INTIDO). Pada saat itu Prof.Kim Ki Ha sebagai penasehat INTIDO dan atas saran beliaulah INTIDO dipertemukan dengan Duta Besar Korea Selatan dan beliau diutus ke Korea Selatan mengikuti sidang umum II WTF pada tanggal 27 Agustus 1975. Dan Prof.Kim Ki Ha memperjuangkan INTIDO untuk dapat diterima sebagai anggota WTF dan persyaratan WTF supaya INTIDO dirubah menjadi Federasi Taekwondo Indonesia (FTI) sebagai ketua umum Marsekal Muda (TNI) Sugiri.
Pada tanggal 17 juni 1976 FTI resmi menjadi anggota WTF ditandatangani oleh presiden WTF Kim Un Yong.
Pada tahun 1976 Indonesia mendatangkan pelatih dari Korea Selatan dalam rangka program peningkatan mutu dan prestasi Tae kwon-do Indonesia bernama Kim yeong Tae Dan V. Mantan juara kelas berat.
Seiring dengan berkembangnya Taekwondo di Indonesia ada 2 organisasi Taekwondo yaitu FTI (Federasi Taekwondo Indonesia) yang dipimpin oleh Marsekal Muda Sugiri dan PTI(Persatuan Taekwondo Indonesia) dipimpin oleh Leo Lapulisa.
FTI dan PTI pada tanggal 28 Maret 1981 menggelar sebuah pertemuan yang bertajuk MUSYARAH NASIONAL I, demi kemajuan Tae kwon-do Indonesia. MUNAS I tersebut melahirkan kesepakatan bersama untuk menyatukan kedua Organisasi tersebut ke dalam sebuah Organisasi Taekwondo yang sekarang kita kenal Pengurus Besar Taekwondo Indonesia(PBTI) yang diakui oleh WTF dan KONI, sebagai ketua umumnya Bapak Sarwo Edhie Wibowo dengan pelindung langsung dari ketua KONI Pusat Bapak Surono.

Pada tanggal 17 – 18 September 1984 sebagai Ketua umum Munas :
Ke – I : 1984 – 1988 Bapak Letjen TNI AD (Purn.) Sarwo Eddie Wibowo 
Ke – II  : 1988 – 1933 Bapak Letjen TNI AD (Purn.) Soeweno
Ke – III : 1993 – 1997 Bapak Letjen TNI Harsudiyono Hartas
Ke – IV  : 1997 – 2001 Bapak Letjen TNI Mar Suharto
  2001 – 2006
Ke – V  : 2006 – 2010Bapak Letjen TNI Erwin Sudjono

Tae Kwon-do sebagai cabang olah raga resmi di arena PON Ke XI tahun 1985 diselenggarakan di Jakarta
Tae kwon-do dipertandingkan di olimpiade tahun 1992 di Barcelona Spanyol sifatnya ekchibisi dan resminya sendiri pertama kalinya pada olimpiade di Atlanta AS tahun 1996.

3 Atlet Indonesia yang Pernah Masuk ke Kejuaraan Dunia

Tiga atlet Indonesia memastikan lolos ke babak final Kejuaraan Dunia Pencak Silat ke-17 setelah mengalahkan lawan-lawan pada babak semifinal yang berlangsung di GOR Lila Bhuana Denpasar, Bali, Selasa.

Tiga atlet itu adalah Awaluddin Nur pada kelas A putra, Selly Andriani pada kelas D putri, dan Mariati pada kelas bebas putri.

Awaluddin masuk ke final setelah mengalahkan pesilat Vietnam Le Qucc Son pada babak semifinal. Sedangkan Selly menaklukkan lawan asal Singapura Nurul Suhaila binti Mohd Saiful pada semifinal.

Pesilat senior Mariati melaju ke final setelah menang 5-0 dari lawan asal Vietnam Nguyen Long Van Trang. Pada putaran final, Mariati akan menghadapi atlet Thailand Suwichada Pruphetkaew.

Ketua Umum PB IPSI Prabowo Subianto mengatakan atlet-atlet Merah-Putih harus tampil lebih berprestasi dalam kejuaraan dunia menyusul semangat atlet-atlet luar negeri yang juga ingin unggul dalam cabang olahraga bela diri asal Indonesia itu.

Indonesia, lanjut Prabowo, mendapatkan tantangan utama dari atlet-atlet Vietnam dan Thailand yang juga mampu berprestasi dalam kejuaraan-kejuaraan pencak silat internasional.

"Selain negara-negara ASEAN, atlet-atlet cari Asia Tengah dan Timur Tengah juga tampil kuat dalam kejuaraan dunia ini," ujar Prabowo yang juga menjabat sebagai Presiden Persatuan Silat Antarbangsa (Persilat) itu.

Pelatih tim Indonesia Abas Akbar mengatakan tetap meminta para atletnya untuk menjaga strategi permainan agar tidak terpengaruh pola permainan lawan.

"Kalau menghadapi lawan yang tampil cengeng, atlet kami tidak boleh gegabah untuk menyerang karena akan menjadi bumerang bagi kami. Lawan mungkin punya strategi menang dengan cara atlet kami yang terkena diskualifikasi dari juri," kata Abas.

Ikatan Pencak Silat Indonesia

Ikatan Pencak Silat Indonesia (disingkat IPSI) adalah induk organisasi resmi pencak silat di Indonesia di bawah naungan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Pencak silat merupakan olahraga seni beladiri yang berasal dari bangsa Melayu, termasuk Indonesia. Jumlah perguruan pencak silat sangat banyak, berdasarkan catatan PB IPSI sampai dengan tahun 1993 telah mencapai 840 perguruan pencak silat di Indonesia. Induk organisasi pencak silat di Indonesia adalah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). IPSI didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, Jawa Tengah.

Sejarah IPSI

Upaya untuk mempersatukan pencak silat sebetulnya sudah dimulai pada masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1922 di Segalaherang, Subang, Jawa Barat, didirikan Perhimpunan Pencak Silat Indonesia untuk menggabungkan aliran pencak Jawa Barat yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara. Pada masa pendudukan Jepang, Presiden Soekarno pernah menjadi pelindungnya. Upaya serupa juga diadakan di Yogyakarta. Pada tahun 1943, beberapa pendekar pencak silat, yaitu R Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram, Mohamad Djoemali dari Taman Siswa, RM Harimurti dari Krisnamurti, Abdullah dari Pencak Kesehatan, R Soekirman dari Rukun Kasarasaning Badan, Alip Purwowarso dari Setia Hati Organisasi, Suwarno dari Setia Hati Terate, R Mangkupujono dari Persatuan Hati dan RM Sunardi Suryodiprojo dari Reti Ati, mendirikan organisasi yang bernama Gapema (Gabungan Pencak Mataram) untuk bersama-sama menggalang pencak silat yang tumbuh di Kesultanan Yogyakarta. Gapema ini merupakan sebuah batalyon yang seluruh anggotanya adalah pesilat dan turut berjuang dalam perang kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah beberapa tahun, tepatnya pada tahun 1947, di Yogyakarta juga berdiri satu organisasi bernama Gapensi (Gabungan Pentjak Seluruh Indonesia) yang bertujuan mempersatukan aliran pencak silat di seluruh Indonesia. Gapensi didirikan oleh Mohamad Djoemali dari Taman Siswa bersama beberapa tokoh pencak silat, yaitu RM Soebandiman Dirdjoatmodjo dari Perisai Diri, Ki Widji Hartani dari Prisai Sakti Mataram, R Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram dan Widjaja. Meskipun organisasi di Jawa Barat dan Yogyakarta ini bercita-cita nasional, keanggotaannya masih berskala lokal. Untuk itu PORI (Persatuan Olahraga Republik Indonesia), yang kemudian berganti nama menjadi KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), mengadakan sebuah Konperensi Bagian Pentjak di Solo pada tanggal 2 Juni 1948. Pertemuan tersebut sebelumnya telah diawali dengan rapat pembentukan Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia di Solo pada awal tahun 1947 yang diprakarsai oleh Mr Wongsonegoro, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Dari hasil rapat ini dibentuklah panitia IPSI (Ikatan Pentjak Seloeroeh Indonesia) pada bulan Mei 1947 yang diketuai oleh Mr Wongsonegoro. IPSI bernaung di bawah Kementerian Pembangunan dan Pemuda.

Tokoh Pendiri IPSI

Para pendiri IPSI pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta adalah :
  • Mr Wongsonegoro, Ketua Pusat Kebudayaan Kedu
  • Soeratno Sastroamidjojo, Sekretaris Pusat Kebudayaan Kedu
  • Marjoen Soedirohadiprodjo dari Setia Hati Organisasi
  • Dr Sahar dari Silat Sumatera
  • Soeria Atmadja dari Pencak Jawa Barat
  • Soeljohadikoesoemo dari Setia Hati Madiun
  • Rachmad Soeronegoro dari Setia Hati Madiun
  • Moenadji dari Setia Hati Solo
  • Roeslan dari Setia Hati Kediri
  • Roesdi Imam Soedjono dari Setia Hati Kediri
  • S Prodjosoemitro, Ketua PORI Bagian Pencak
  • Mohamad Djoemali dari Yogyakarta
  • Margono dari Setia Hati Yogyakarta
  • Soemali Prawiro Soedirdjo dari Ketua Harian Persatuan Olahraga Republik Indonesia
  • Karnandi dari Kementerian Pembangunan dan Pemuda
  • Ali Marsaban dari Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Dengan didirikannya organisasi ini diharapkan bahwa pencak silat dapat digerakkan dan disebarluaskan sampai ke berbagai pelosok di tanah air sebagai suatu ekspresi kebudayaan nasional. Masyarakat juga mengharapkan bahwa pencak silat distandarisasi agar dapat diajarkan sebagai pendidikan jasmani di sekolah-sekolah dan dapat dipertandingkan dalam even-even olahraga nasional. Sesuai dengan keinginan tersebut, langkah pertama yang diusahakan oleh IPSI adalah terbentuknya suatu sistem pencak silat nasional yang dapat diterima oleh seluruh perguruan pencak silat yang ada di tanah air. Untuk sementara waktu, diadopsikan sebagai standaard system pelajaran pencak silat dasar yang sudah disusun oleh RM S Prodjosoemitro dan diajarkan di sekolah-sekolah di wilayah Solo dengan dukungan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Balai Kota Surakarta. Hasil dari usaha standarisasi awal pencak silat ini dipertunjukkan oleh kurang lebih 1.000 pesilat anak-anak dalam demonstrasi senam pencak silat massal pada Pembukaan PON I tanggal 8-12 September 1948 di Solo. Sejak PON I tersebut, pencak silat dilombakan sebagai demonstrasi dalam kategori solo dan ganda, baik tangan kosong maupun senjata. Tidak semua aliran dan perguruan pencak silat sepakat mengenai perlunya organisasi nasional. Ada yang khawatir bahwa dengan penyusunan sistem pencak silat nasional maka persatuan aliran-aliran pencak silat tidak akan terlaksana, bahkan akan terdapat perpecahan karena tiap aliran atau perguruan pencak silat akan mengklaim dirinya yang terbaik. Pada awalnya Gapensi ikut menolak karena anggota panitia IPSI dianggap didominasi oleh anggota perguruan pencak silat Setia Hati. Selain itu, beberapa perguruan pencak silat di daerah Kauman, yang saat ini dikenal dengan nama Tapak Suci, ikut menolak karena Mr Wongsonegoro yang dijadikan Ketua IPSI dikenal sebagai salah seorang tokoh aliran kebatinan. Salah satu anggota Gapensi, yaitu Sukowinadi, kemudian mendirikan organisasi yang bernama Perpi (Persatuan Pencak Indonesia) yang menaungi perguruan pencak silat Benteng Mataram, Mustika, Bayu Manunggal, Bima Sakti dan Trisno Murti. Organisasi baru ini didukung oleh Phasadja Mataram dan Tapak Suci. Persatuan dan kesatuan jajaran pencak silat di Indonesia masih belum benar-benar terwujud dengan adanya berbagai organisasi pencak silat tersendiri di luar IPSI seperti Gapensi, Perpi, Putra Betawi, dan lainnya. Ditambah lagi pada tahun 1950 ketika terjadi pergolakan pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan oleh kelompok gerakan separatis DI/TII. Panglima Teritorium III, Kolonel RA Kosasih, dibantu oleh Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun, pada bulan Agustus 1957 mendirikan PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia) di Bandung yang bertujuan menggalang kekuatan jajaran pencak silat untuk menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah bagian barat dan DI Yogyakarta. Sesuai dengan wilayah pembinaannya, yang masuk dalam PPSI adalah perguruan pencak silat aliran Pasundan.
Akibat dibentuknya PPSI menimbulkan dualisme pembinaan dan pengendalian pencak silat di Indonesia. Pendekar-pendekar Jawa Barat merasa bahwa kegiatan yang diprakarsai IPSI didominasi Jawa Tengah dan Jawa Timur, tidak mencapai Jawa Barat. Menurut pendekar Jawa Barat tetap diperlukan suatu organisasi khusus untuk mengayomi dan mengembangkan perguruan-perguruan pencak silat yang beraliran Jawa Barat. Pada tahun 1950-an IPSI dan PPSI bersaing berebut pengaruh di dunia persilatan dengan saling banyak mendirikan cabang di seluruh provinsi di Indonesia. PPSI berkembang di daerah Jawa Barat, Lampung dan Jawa Timur bagian timur. Pada tanggal 21-23 Desember 1950 di Yogyakarta diadakan Kongres IPSI II yang memutuskan untuk mengukuhkan organisasi dan menyusun Pengurus Besar IPSI di mana Mr Wongsonegoro diangkat sebagai Ketua Umum, Sri Paduka Paku Alam sebagai Wakil Ketua Umum dan Rachmad sebagai Penulis I. Gapensi dan Perpi ikut bergabung dengan IPSI. Tokoh-tokoh Gapensi dan Perpi menduduki jabatan penting dalam keorganisasian IPSI. RM Soebandiman Dirdjoatmodjo kemudian diangkat sebagai Kepala Seksi Pencak di Inspeksi Pendidikan Jasmani yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Jawa Timur. Pada tahun 1952 dibentuk Lembaga Pencak Silat di bawah Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1953 aktivitas pencak silat dipindahkan dari Jawatan Pendidikan Masyarakat ke Jawatan Kebudayaan. Pada tahun tersebut juga diadakan Kongres IPSI III di Bandung. Demonstrasi pencak silat yang bersifat internasional dalam misi kebudayaan Indonesia dilakukan pada tahun 1955 di Praha, Leningrad, Budapest dan Kairo. Sistem pencak silat nasional yang telah distandarisasi oleh IPSI ternyata belum dapat memenuhi harapan masyarakat, sehingga peralihan pencak silat dari sarana beladiri menjadi sejenis senam jasmani memakan waktu yang cukup lama. Tim ahli teknik IPSI yang terdiri dari pakar-pakar dari berbagai aliran dan perguruan pencak silat mempelajari ratusan kaidah dan gerak kemudian mencoba menyatukan mereka tanpa menghilangkan warna-warni yang khas. Mereka juga harus menyesuaikan sistem pelajaran tradisional pencak silat yang berpatokan kepada jurus (seri atau kumpulan gerakan) dengan prinsip olahraga modern.
Pada tahun 1960, PB IPSI membentuk Laboratorium Pencak Silat yang bertujuan untuk menyusun peraturan pertandingan pencak silat yang baku dan memenuhi kriteria suatu pertandingan olahraga yang dapat dipertandingkan di tingkat nasional. Anggota laborat tersebut terdiri dari Arnowo Adji HKP dari Perisai Diri, Januarno dan Imam Suyitno dari Setia Hati Terate, Mochamad Hadimulyo dibantu Dr Rachmadi Djoko Suwignjo dan Dr Mohamad Djoko Waspodo dari Nusantara. Selain mengalami kesulitan teknis dalam mengembangkan metode dan sistematika olahraga yang dapat diterima oleh semua pihak, IPSI juga mendapat resistensi dari kalangan pendekar tradisional yang enggan menerima pemikiran-pemikiran baru karena tidak menginginkan reduksi pencak silat hanya kepada satu bentuknya, yaitu olahraga. Mereka khawatir bahwa aspek integral yang lain, khususnya aspek seni dan aspek spiritual, akan diabaikan dan tidak dapat dirasakan lagi sebagai unsur-unsur yang saling terkait dalam satu totalitas sosiokosmik. Kesulitan juga datang dari luar dunia pencak silat, karena persaingan yang ketat dari beladiri impor. Antara tahun 1960 - 1966, pada waktu terjadi kemerosotan ekonomi dan politik negara yang turut berdampak terhadap IPSI, beladiri karate dari Jepang secara resmi masuk Indonesia dan dengan tangkasnya memasuki kalangan pelajar dan militer. Pada awalnya, karate dan judo dipraktikkan sebagai olahraga dan dipertandingkan di depan umum. Penerimaan yang positif terhadap beladiri asing, memaksa kalangan pencak silat untuk berpikir dan berbuat lebih baik dalam usaha mengembangkan pencak silat olahraga. Kehadiran karate di Indonesia merupakan cambuk yang benar-benar efektif untuk membangunkan kalangan pencak silat dari tidurnya. Penggeseran konseptual akhirnya terjadi, meskipun beberapa pendekar pencak silat keberatan apabila makna pencak silat sebagai unsur kebudayaan dalam arti luas dipersempit agar aspek olahraga dapat diutamakan. Pada bulan Januari 1961 IPSI dipindahkan dari Jawatan Kebudayaan ke Jawatan Pendidikan Jasmani, kemudian pada tanggal 31 Desember 1967 IPSI turut aktif dalam mendirikan KONI. Jawatan Pendidikan Jasmani menyelenggarakan Seminar Pencak Silat Seluruh Indonesia yang membahas masalah penyusunan cara pertandingan pencak silat nasional. Kemudian dilakukan uji coba pertandingan bebas full body contact di Solo dan Madiun. Pada tahun yang sama berlangsung PON V di Bandung yang juga mempertandingkan pencak silat. Pada tahun 1970-an muncul kerangka konseptual di mana induk-induk olahraga beladiri dianggap sebagai alat pertahanan nasional. Sebagai akibatnya cabang-cabang ilmu beladiri mulai ditempatkan di bawah pimpinan tokoh-tokoh militer. Pada Kongres IPSI IV tahun 1973 di Jakarta, Ketua Umum PB IPSI Mr Wongsonegoro yang saat itu usianya sudah sangat tua diganti oleh Brigjen TNI Tjokropranolo, Gubernur DKI Jakarta. Pada tanggal 20-24 Nopember 1973 diadakan Seminar Pencak Silat III di Bogor, nama Ikatan Pentjak Seloeroeh Indonesia diubah menjadi Ikatan Pencak Silat Indonesia. Dia dengan dibantu oleh beberapa perguruan pencak silat melakukan pendekatan kepada pimpinan PPSI yang akhirnya dalam keputusan Kongres IPSI IV ini PPSI bergabung ke dalam IPSI walaupun masih ada beberapa anggotanya yang tetap bertahan. Kebetulan ketiga pimpinan PPSI satu corps dengan dia di Corps Polisi Militer. Perguruan-perguruan tersebut dianggap telah berhasil mempersatukan kembali seluruh jajaran pencak silat ke dalam organisasi IPSI.
Pada masa kepemimpinan Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya, perguruan-perguruan yang ikut aktif dalam memperjuangkan keutuhan IPSI tersebut diberi istilah Perguruan Historis dan dijadikan Anggota Khusus IPSI. Mereka dipandang mempengaruhi sejarah dan perkembangan IPSI serta pencak silat pada umumnya antara tahun 1948 dan 1973 dengan memberikan kontribusi kepada kesatuan pemikiran dalam pembentukan organisasi nasional tunggal pencak silat Indonesia yang diberi nama IPSI, kesatuan tekad untuk mempertahankan IPSI sebagai satu-satunya organisasi nasional pencak silat di Indonesia, kesatuan dukungan untuk menjadikan IPSI sebagai anggota KONI dan kesatuan dukungan untuk memasukkan pencak silat dalam PON sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan. Sepuluh Perguruan Historis tersebut adalah :
  • Persaudaraan Setia Hati
  • Persaudaraan Setia Hati Terate
  • Kelatnas Indonesia Perisai Diri
  • PSN Perisai Putih
  • Tapak Suci Putera Muhammadiyah
  • Phasadja Mataram
  • Perpi Harimurti
  • Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)
  • PPS Putra Betawi
  • KPS Nusantara
Keputusan Kongres IPSI IV ini juga mengesahkan peraturan pertandingan pencak silat untuk dipergunakan dalam PON VIII tahun 1973 di Jakarta. Pada PON itu cabang pencak silat diikuti oleh 15 daerah dengan 106 atlet putra dan 22 atlet putri. Pada tanggal 27 April sampai 1 Mei 1975 dilangsungkan Kejuaraan Nasional Pencak Silat I di Semarang yang diikuti oleh 18 provinsi. Pada Munas IPSI tahun 2003, Ketua Umum PB IPSI yang dijabat oleh Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya digantikan oleh Letjen TNI Prabowo Subianto.

Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa)

Dengan kerja keras PB IPSI di bawah kepemimpinan Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya serta dukungan pemerintah dan Presiden Soeharto sebagai Pembina Utama saat itu, IPSI dengan cepat menyebar luas ke dalam maupun ke luar negeri. Kehadiran IPSI sudah menjadi bagian dari Pemerintah Daerah. Pada tanggal 7-11 Maret 1980 di Jakarta telah berlangsung pertemuan antar negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura serta peninjau dari Brunei Darussalam untuk pembentukan federasi internasional pencak silat. Musyawarah dilakukan di Anjungan Jawa Barat, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Hasil musyawarah ini adalah peresmian berdirinya Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa). Sebagai Ketua Presidium Persilat ditunjuk Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya yang saat itu juga menjabat sebagai Ketua Umum PB IPSI. Dan untuk membantu dia, sebagai Sekretaris Jenderal ditunjuk Oyong Karmayuda, SH.
Disepakati pula untuk menetapkan keempat negara pendiri sebagai sumber pencak silat, yaitu :
  1. Indonesia : IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia)
  2. Singapura : Persisi (Persekutuan Silat Singapura)
  3. Malaysia : Pesaka (Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia)
  4. Brunei Darussalam : Persib (Persekutuan Silat Kebangsaan Brunei Darussalam)
Selain Anggota Pendiri, Persilat memiliki Anggota Berserikat (organisasinya telah diakui oleh instansi pemerintah negara yang bersangkutan) dan Anggota Gabungan (bertaraf perguruan dan belum diakui oleh instansi pemerintah negara yang bersangkutan).
Sampai pertengahan tahun 2006, pencak silat telah menyebar di 28 negara dan telah diwadahi dalam organisasi-organisasi pencak silat sebagai berikut :
  1. Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
  2. Persekutuan Silat Singapura (Persisi)
  3. Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (Pesaka)
  4. Persekutuan Silat Kebangsaan Brunei Darussalan (Persib)
  5. Pencak Silat Association of Thailand (PSAT)
  6. Ikatan Pencak Silat Vietnam (Isavie)
  7. Philippines Pencak Silat Association (Philsilat)
  8. Myanmar Pencak Silat Association (MPSA)
  9. Pencak Silat of Laos (PSL)
  10. Western Australia Pencak Silat Association (WAPSA)
  11. Nederlandse Pencak Silat Bond (NPSB)
  12. Japan Pencak Silat Association (Japsa)
  13. Federation Espanola Pencak Silat (FEPS)
  14. Pencak Silat Verband Oesterreichs (PSVO)
  15. Suriname Pencak Silat Association (SPSA)
  16. Pencak Silat Federation of The United Kingdom (PSFUK)
  17. Pencak Silat Union of Belgium (PSUB)
  18. Pencak Silat Union Deutschland (PSUD)
  19. Association France Pencak Silat (AFPS)
  20. Pencak Silat Switzerland (PSS)
  21. Turkish National Pencak Silat Association (TNPSA)
  22. Persekutuan Kanada Silat (Perkasa)
  23. Palestine Association of Seni Silat (PASS)
  24. Yemen Pencak Silat Federation (YPSF)
  25. Nepal Silat Association (NSA)
  26. Russian Pencak Silat Federation (RPSF)
  27. Indian Pencak Silat Association (IPSA)
  28. Federazione Italiana Pencak Silat (FIPS)
Tahun 1982 pencak silat mulai dipertandingkan pada tingkat internasional dengan Invitasi Pencak Silat Internasional ke-I di Stadion Senayan, Jakarta. Yang ke-II diadakan tahun 1984 di Jakarta dan yang ke-III tahun 1986 di Wina, Austria. Nama ini kemudian diganti menjadi Kejuaraan Dunia dan diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 1987. Berikutnya diadakan tahun 1989 di Den Haag, Belanda. Pada tahun 1992 kembali diadakan di Jakarta dan tahun 1995 diadakan di Thailand. Selain Kejuaraan Dunia, pencak silat juga dipertandingkan pada SEA Games.
Sebagai usaha memasukkan pencak silat ke Asian Games, IPSI dan anggota Persilat lainnya telah membentuk organisasi pencak silat Asia Pasific pada bulan Oktober 1999. Pada Asian Games 2002 di Korea Selatan, pencak silat masuk dalam agenda Sport Cultural Event. Sasaran selanjutnya adalah upaya memasukkan pencak silat resmi menjadi cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games mendatang.

Daftar Petinju Indonesia

Dari sekian lama sejarah pertinjuan Indonesia, hanya sedikit petinju Indonesia yang berhasil meraih gelar juara yang bergengsi serta layak disebut sebagai petinju legendaris Indonesia, di antaranya:

Petinju Amatir

  • Ferry Moniaga - juara Asia 1980 dan peringkat 5 Olimpiade Munich 1972.
  • Pino Bahari - medali emas kelas menengah Asian Games 1990 di Beijing, Tiongkok.
  • Frans van Bronkhorst - juara Asia tahun 1973 kelas welter di Bangkok, Thailand.
  • Wiem Gommies - Medali Emas Kelas Menengah Asian Games 1970 di Bangkok, Thailand, Juara Asia 1971 Teheran, Medali Emas Kelas Menengah Asian Games 1978 di Bangkok, Thailand
  • Syamsul Anwar - meski tidak pernah merebut gelar juara Asia, tetapi kemenangannya atas petinju Amerika Serikat Thomas Hearns pada tahun 1976 di final kejuaraan Piala Presiden yang pertama di Jakarta, membuatnya abadi dikenal sebagai salah satu petinju (amatir) Indonesia yang terbaik. Thomas Hearns kemudian melesat kariernya sebagai juara dunia tinju profesional di lima kelas yang berbeda, dan menjadi salah satu petinju legendaris dunia.

Petinju Profesional

  • Wongso Suseno - juara OPBF kelas welter tahun 1975. Dia merupakan petinju profesional Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar bergengsi tingkat internasional.
  • Thomas Americo - juara OPBF kelas welter yunior, dan petinju Indonesia pertama yang menantang juara dunia, sayang Thomas Americo kalah angka melawan juara kelas welter yunior WBC, Saoul Mamby pada tahun 1981 di Jakarta yang juga merupakan pertandingan perebutan gelar juara dunia yang pertama kali di Indonesia.
  • Ellyas Pical - juara dunia IBF kelas terbang yunior (1985 - 1989). Petinju Indonesia pertama yang meraih gelar juara dunia.
  • Nico Thomas - juara dunia IBF kelas terbang mini (1989)
  • Chris John - juara dunia kelas bulu WBA (2003 - ...). Memegang rekor sebagai petinju Indonesia yang paling lama memegang gelar juara dunia, tanpa pernah kalah, dan sampai Mei 2012, Chris John sudah mempertahankan gelar sebanyak 16 kali.
  • Muhammad Rachman - juara dunia kelas terbang mini IBF (2004 - 2007), dan juga juara dunia kelas terbang mini WBA (2011).
  • Daud Jordan - juara dunia kelas bulu versi IBO (2012 - ...), setelah memukul KO lawannya dari Philippina, Lorenzo Villanueva, di ronde 2 dari 12 ronde yang direncanakan.

Sejarah Sepak Bola di Indonesia

Sepak bola adalah permainan dengan alat bola yang dimainkan oleh 2 tim. Masing - masing tim terdiri dari sebelas orang pemain. Sepak bola hingga hari ini telah dimainkan lebih dari 250 juta orang dari lebih dari dua ratus negara. Sepak Bola adalah permainan yang paling populer sekarang ini. Sepak bola ditemukan di China pada abad ke 2 sebelum masehi. Sepak bola pertama kali dimainkan dengan menggunakan bola yang terbuat dari kulit dan digiring dewngan menggunakan kaki. Pada tahun 1365, raja Edward III melarang permainan sepakbola karena dianggap terdapat banyak kekerasan selama pertandingan. Pemain Sepak Bola terdiri dari 11 orang pemain dimana formasinya ditentukan oleh masing - masing tim namun biasanya formasinya terdiri dari: seorang penjaga gawang, 2 - 4 orang pemain bertahan, 2 - 4 orang pemain tengah dan 1 - 3 orang pemain penyerang. Penjaga gawang adalah satu - satunya pemain yang boleh memegang bola untuk melindungi gawang dari serangan tim lawannya. Biasanya penjaga gawang memakai seragam yang berbeda dari pemain lainnya. Pemain bertahan bertugas menjaga pertahanan dari tim lawan. Pemain tengah dibagi lagi dengan yang bermain dekat dengan penyerang dan pemain tengah bertahan yang dekat dengan pemain bertahan, sedangkan sesuai dengan namanya penyerang memiliki tugas untuk menyarangkan bola ke gawang tim lawan. 
Sepak Bola Indonesia  
Sepak bola indonesia dimulai sejak tahun 1914 saat Indonesia masih dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda. Kompetisi antar kota di jawa tersebut hanya di juarai oleh dua tim atau di dominasi dua tim saja, yaitu Batavia City, Soerabaja City. Sejarah Sepak Bola Modern di Indonesia dimulai dengan terbentuknya PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) pada tanggal 19 April 1930 di Yogyakarta dengan ketuanya Soeratin Sosrosoegondo. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih – benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia. Setelah wafatnya Soeratin Sosrosoegondo, prestasi tim nasional sepak bola Indonesia tidak terlalu memuaskan karena pembinaan tim nasional tidak diimbangi dengan pengembangan organisasi dan kompetisi. Pada era sebelum tahun 1970-an, beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi internasional, di antaranya Ramang, Sucipto Suntoro, Ronny Pattinasarani, dan Tan Liong Houw. Dalam perkembangannya, PSSI telah memperluas kompetisi sepak bola dalam negeri, di antaranya dengan penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama, Divisi Satu, dan Divisi Dua untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain amatir. Selain itu, PSSI juga aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita dan kompetisi dalam kelompok umur tertentu (U-15, U-17, U-19,U21, dan U-23). Sayangnya sejarah panjang sepakbola Indonesia belum mampu merubah prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional. Butuh manajemen bola yang bertekad untuk merubah Sepak Bola Indonesia menjadi lebih baik lagi. Sumber: wikipedia

Sejarah Tenis Meja di Indonesia

Permainan tenis meja di Indonesia baru dikenal pada tahun 1930. Pada masa itu hanya dilakukan di balai-balai pertemuan orang-orang Belanda sebagi suatu permainan rekreasi. Hanya golongan tertentu saja dari golongan pribumi yang boleh ikut latihan, antara lain keluarga pamong yang menjadi anggota dari balai pertemuan tersebut
Sebelum perang dunia ke II pecah, tepatnya tahun 1939, tokoh-tokoh pertenismejaan mendirikan PPPSI (Persatuan Ping Pong Seluruh Indonesia). Pada tahun 1958 dalam kongresnya di Surakarta PPPSI mengalami perubahan nama menjadi PTMSI (Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia). Tahun 1960 PTMSI elah menjadi anggota federasi tenis meja Asia, yaitu TTFA (Table Tennis Federation of Asia).
Perkembangan tenis meja di Indonesia sejak berdirinya PPPSI hingga sekarang bisa dikatakan cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perkumpulan-perkumpulan tenis meja yang berdiri, serta banyaknya pertandingan tenis meja yang dilakukan, misalnya dalam arena : PORDA, PON, POMDA, POSENI di tingkat SD, SLTP, SLTA serta pertandingan-pertandingan yang diselenggarakan oleh perkumpulan-perkumpulan tenis meja, instansi pemerintah atau swasta atau karang taruna dll.
Indonesia selalu di undang dalam kejuaraan-kejuaraan dunia resmi setelah Indonesia terdaftar sebagai anggota ITTF pada tahun 1961. Selain kegiatan-kegiatan pertandingan tersebut, hal lain yang patut dicatat dalam perkembangan pertenismejaan nasional adalah berdirinya Silatama (Sirkuit Laga Tenis Meja Utama) yang dimulai pada awal tahun 1983, yang diiselenggarakan setiap 3 bulan sekali serta Silataruna yang kegiatannya dimulai sejak 1986 setiap 6 bulan sekali.

Sejarah Bola Basket di Indonesia

Sejarah Perkembangan Bola Basket di Indonesia - Permainan Bola basket merupakan salah satu olahraga permainan bola besar berkelompok yang terdiri atas dua tim yang beranggotakan masing-masing lima orang dan saling bertanding untuk mencetak poin dengan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan dan mencegah terjadinya poin ke keranjang sendiri. Permainan bola basket sangat cocok untuk ditonton karena biasa dimainkan di ruangan olahraga tertutup serta hanya memerlukan lapangan yang relatif berukuran kecil. Di samping itu, permainan bola basket mudah dipelajari karena bentuk bolanya yang besar, sehingga tidak menyulitkan para pemain ketika memantulkan atau melempar bola basket tersebut saat bermain.

Permainan bola basket adalah salah satu olahraga yang paling digemari oleh penduduk Amerika Serikat dan penduduk di belahan bumi lainnya, di antaranya adalah sebagian penduduk yang berasal dari Amerika Selatan, Eropa Selatan, Lithuania, serta Indonesia juga tentunya.

Sejarah Perkembangan Bola Basket Di Indonesia dan Organisasinya

Permainan bola basket mempunyai sejarah yang cukup panjang di Indonesia, awalnya dimulai dengan masuknya gelombang perantau-perantau dari negara cina ke Indonesia pada tahun 1920-an. Para perantau cina membawa permainan bola basket yang sudah lebih dulu berkembang di negara cina. Mereka membentuk komunitas sendiri termasuk mendirikan sebuah sekolah yang bernama sekolah Tionghoa. Pada sekolah tersebut, permainan bola basket menjadi olahraga wajib yang harus dimainkan oleh setiap siswa yang belajar disana. Tidaklah mengherankan jika disetiap sekolah ada lapangan permainan bola basket serta tidak heran juga jika para pemain basket yang menonjol permainannya berasal dari sekolah-sekolah Tionghua tersebut.

Sejarah berkata sejak tahun 1930-an, walaupun belum resmi menjadi sebuah negara yang merdeka, beberapa kota di Indonesia sudah memiliki klub-klub bola basket lokal. Setelah proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945, olahraga permainan bola basket mulai dikenal luas dikota-kota yang menjadi basis perjuangan seperti Yogyakarta serta Solo. Walaupun belum memiliki induk olahraga nasional, namun pada saat penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional pertama (PON I) yang diadakan di Solo pada tahun 1948 permainan bola basket telah dimainkan untuk pertama kalinya ditingkat nasional serta mendapat sambutan yang cukup meriah, baik dari segi penonton maupun dari pesertanya sendiri.

Kemudian Tiga tahun setelah itu, pada tanggal 23 Okober 1951, “Persatuan Basketball Seluruh Indonesia” di bentuk dan kemudian pada tahun 1955, karena adanya penyempurnaan nama sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia maka organisasi bola basket tersebut berganti nama menjadi “Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia” (Perbasi). Perbasi mulai diterima menjadi anggota FIBA (the International Basketball Federation atau Federasi Bola Basket Internasional) pada tahun 1953 dan setahun setelahnya, untuk pertama kalinya Indonesia mengirimkan tim basket di ajang Asian Games Manila pada saat intu.

Pada tanggal 3 April 1982 merupakan tanggal bersejarah bagi dunia bola basket di Indonesia. Karena, pada hari itu, pertandingan antara klub Rajawali Jakarta menghadapi Semangat Sinar Surya Yogyakarta menandai dimulainya Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) yang pertama kalinya sekaligus merupakan sebagai langkah awal dari sejarah panjang kompetisi klub-klub papan atas di yang ada di Indonesia. Klub bola basket Indonesia Muda Jakarta mencatatkan diri sebagai klub pertama yang meraih gelar bergengsi kejuaraan Kobatama tersebut.

Terakhir, setelah mengalami pasang surut selama hampir 30 tahun lamanya, dalam beberapa tahun terakhir ini olahraga permainan bola basket berkembang begitu pesat. Hal ini diawali oleh penyelenggaran Deteksi Basketball League (DBL) yang dikemas dengan sangat menarik sehingga mampu memberikan warna tersendiri dalam kompetisi tingkat pelajar di Indonesia, dan makin maraknya kompetisi tingkat pelajar ditiap-tiap daerah membuat makin tingginya prestise pertandingan ditingkat pelajar Indonesia. 

Kemudian disusul dengan bangkitnya liga profesional basket putra yang pada awalnya dikenal dengan nama Kobatama yang sekarang menjadi National Basketball League (NBL) Indonesia dan juga liga profesional basket putri yang sekarang dikenal dengan Women’s National Basketball League (WNBL). Namun, tidak lupa juga kompetisi reguler dari Perbasi yang masih rutin diadakan, baik tingkat kejurnas kelompok umur, antar klub, antar pengprov, Libamanas, dan sebagainya kian membuat suasana kompetisi bola basket di Indonesia tetap terjaga kemeriahannya. Nah, itulah ringkasan singkat tentang Sejarah Perkembangan Bola Basket Di Indonesia yang dapat penulis uraikan. Semoga bermanfaat!!

Sejarah Bola Voli di Indonesia

 Permainan bola voli diciptakan pada tahun 1985 oleh seorang pembina pendidikan jasmani pada YMCA (Young Men Christian Association) di Kota Holyoke, Massachusetts Amerika Serikat yaitui WILLIAM G.MORGAN. Pada mulanya Permainan Bola Voli ini diberi nama "Minonette" yang tujuan nya mengembangkan kebugaran dan kesegaran jasmani para buruh selain melakukan senam massal. Kemudian William melanjutkan idenya agar permainan tersebut dapat di pertandingkan, sehinnga nama permainan itu kemudian diganti dengan "Volley Ball".

      Indonesia mengenal permainan bola voli sejak tahun 1982 pada zaman penjajahan Belanda. Guru-guru pendidikan jasmani didatangkan dari Negeri Belanda untuk mengembangkan olahraga umumnya dan bola voli khususnya.Di samping guru-guru pendidikan jasmani, tentara Belanda banyak andilnya dalam pengembangan permainan bola voli di Indonesia, terutama dengan bermain di asrama-asrama, dilapangan terbuka dan mengadakan pertandingan antar kompeni-kompeni Belanda sendiri. Permainan bola voli di Indonesia sangat pesat di seluruh lapisan mayarakat, sehingga timbul klub-klub di kota besar di seluruh Indonesia. Dengan dasar itulah maka pada tanggal 22 januari 1955 PBVSI (persatuan bola voli seluruh indonesia) didirikan di Jakarta bersamaan dengan kejuaraan nasional yang pertama.
             PBVSI sejak itu aktif mengembangkan kegiatan-kegiatan baik ke dalm maupun ke luar negeri sampai sekarang. Perkembangan permainan bola voli sangat menonjol saat menjelang Asian Games IV 1962 dan Ganefo I 1963 di Jakarta, baik untuk pria maupun untukwanitanya. Pertandingan bola voli masuk acara resmi dalam PON II 1951 di Jakarta dan POM I di Yogyakarta tahun 1951. setelah tahun 1962 perkembangan bnola voli seperti jamur tumbuh di musim hujan banyaknya klub-klub bola voli di seluruh pelosok tanah air.Hal ini terbukti pula dengan data-data peserta pertandingan dalam kejuaran nasional. PON dan pesta-pesta olahraga lain, di mana angka menunjukkan peningkatan jumlahnya. Boleh dikatakan sampai saat ini permainan bola voli di Indonesia menduduki tempat ketiga setelah sepak bola dan bulu tangkis.Untuk pertama kalinya dalam sejarah perbolavolian Indonesia, PBVSI telah dapat mengirimkan tim bola voli yunior Indonesia ke kejuaraan Dunia di Athena Yunani yang berlangsung dari tanggal 3-12 september 1989.

Sejarah Tenis di Indonesia

Tennis, kita ketahui, adalah permainan atau olah raga dengan menggunakan raket dan bola. Dalam olah raga yang juga disebut lawan tennis raket dipukulkan ke bola sambut menyambut - oleh seorang atau sepasang pemain yang saling berhadapan - ke seberang jaring yang sengaja dipasang di sebidang lapangan empat persegi panjang.
Tadinya, sekitar abad ke-I6, tennis dimainkan di Italia, Prancis, dan lnggris, ketika lapangan mainnya dibangun di balik dinding-dinding istana kcrajaan. Tapi tennis modern diperkenalkan oleh Mayor Wingfield di Inggris pada 1873, dan setahun kemudian oleh Nona Mary Outerhridge di Amerika Serikat. Lapangan-lapangan permainannya pun dibangun di kedua negeri itu. Kejuaraan tennis pertama dilangsungkan di Wimbledon, kota kecil sekitar 12 km di barat daya London, Inggris. Persatuan Tennis AS didirikan, 1881. berbagai kejuaraan amatir diselenggarakan di beberapa negara, yang mengundang datangnya beribu-ribu penonton. Mula-mula hanya memainkan partai tunggal putra, diikuti partai tunggal putri tiga tahun kemudiannya.
Tahun 1900 adalah saat bersejarah bagi tennis. Pada tahun itulah Dwight Davis, bintang ganda AS, mcnghadiahkan sebuah piata Perak untuk diperebutkan dalam turnamen antarnegara, yang kcmudian tenar sebagai "Davis Cup" . Dalam pertandingan internasional pertama antara AS dan Inggris, Amerika unggul 3-0.
Kian populer dan majunya olah raga tennis, tak ayal telah mendorong didirikannya "Federation Internationale de Lawn Tennis" (Federasi Tennis Intcrnasionsl) pada 1912.
  1. Di Indonesia: Lahirnya PELTI

    Besar kemungkinan, orang Belandalah yang memperkenalkan tennis di Indonesia, walaupun tidak mustahil pula permainan ini dibawa para pelaut Inggris yang singgah di kota-kota besar Kepulauan Nusantara. Sayang arsip-arsip berbagai perkumpulan milik warga negara Belanda yang pernah berdiri di negeri ini telah hilang, hingga kita tidak bisa melacak mana di antara dua perkiraan itu lebih benar.

    Namun yang jelas, di negeri mana pun, olah raga ini mulai dimainkan dan lebih dikenal di kalangan bangsawan, hartawan, dan kaum terpelajar. Juga di Indonesia. Apalagi di zaman penjajahan Belanda. Di masa itu hanya segelintir kaum pribumi yang mampu mengayunkan raket tennis, sedang jumlahnya yang lebih besar terdiri dari orang Belanda dan Cina. Itu pun hanya di kota-kota besar.

    Jumlah kaum pribumi penggemar tennis mulai meningkat pada tahun-tahun 1920-an ? seiring kian banyaknya murid-murid Indonesia mcmasuki sekolah sekolah menengah, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Mereka - umumnya para siswa Stovia, Rechrsschool, dan -NIAS - pada gilirannya memperkenalkan olah raga ini ke kalangan yang Iebih luas. Tennis pun mulai dimainkan atau dipertandingkan dalam kegiatan berbagai organisasi pemuda di masa itu. Olah raga inipun mulai dilihat sehagai penghimpun massa, terutama oleh kaum nasionalis yang mencitacitakan Kemerdekaan Indonesia.

    Lahirnya Boedi Oetomo, 1908, dan kemudian Soempah Pemoeda, 1928, memang senantiasa menghangati setiap langkah dan gerak kaum muda di kurun itu. Maka tidak heran bila penjajah Belanda selalu mengintip dan memantau setiap gcrak-gerik pergerakan pemuda, yang nonpolitik apalagi yang berbau politik. Terhadap gerakan yang diduga kecenderungan politik, tindakan pcmbatasan segera dilakukan. Toh serangkaian rintangan itu tidak membuat kaum muda patriotik kehilangan akal. Disemangati sumpah Satoe Noesa, Satoe Bangsa, Satoe Bahasa, mereka melebur beberapa organisasi pemuda yang berpolitik ke dalam satu wadah baru yang disebut Indonesia Moeda, pada 1930.

    Latar belakang lahirnya Indonesia Moeda jelas berangkat dari larangan bagi kegiatan politik yang diberlakukan kepada mereka. Mereka berkeyakinan, hanya dengan menggerakkan aktivitas sosial masyarakat baru bisa dicapai persatuan seluruh rakyat menuju kemerdekaan. Di dalamnya juga termasuk kegiatan olah raga. Setiap pemuda yang sehat dan ingin sehat tentu menggernari olah raga, yang di dalamnya sportivitas dan sifat kompetitif merupakan satu sisi dari mata uang, dan pada gilirannya dapat membangkitkan patriotisme.

    Semangat cinta Nusa dan bangsa ini nyatanya memang berkembang di kalangan olahragawan Indonesia, termasuk di antara para petennis. Pada semacam kejuaraan nasional yang diadakan oleh De Alegemeene Nederlandsche Lawn Tennis Bond (ANILTB) di Malang, Jawa Timur, akhir 1934, tiga wakil pribumi mampu berjaya. Di partai tunggal putra, dua saudara Soemadi dan Samboedjo Hoerip maju babak final, yang pertandingan akhirnya dimenangkan oleh Samboedjo. Yang lebih mengesankan adalah dua partai berikutnya, yang memperagakan keunggulan anak jajahan atas penjajahnya. Yang pertama, pasangan ganda putra Hoerip Bersaudara, yang menggilas pasangan Belanda, Bryan/Abendanon, 6-3, 6-4 di final. Juara ganda campuran juga diraih keluarga Hoerip, Samboedjo dan Soelastri, yang mendepak pasangan "penjajah" , Bryan/Nn. Schermbeek, 6-4, 6-2 ? sekaligus mencetak gelar pemegang juara tumarnen ANILIB tiga kali beruntun, 1932-19.34.

    Prestasi ini tak ayal mendorong Indonesia Moeda mcngadakan Pekan olah raganya sendiri, yang berlangsung pada tiap hari ulang tahun atau pertemuan tahunannya. Tennis, tentu, termasuk di antaranya cabang-cabang yang dipertandingkan. Salah Satu di antaranya yang dilaksanakan pada Desember 1935 di Semarang - yang juga sekaligus menjadi saat dicetuskannya pembentukan Persatuan Lawn Tcnnis Indonesia (PELTI).

    Kejuaraan ini sendiri diprakarsai oleh dr. Hoerip yang diakui sebagai Bapak Tennis Indonesia. menghimpun 70 petennis dari seluruh Jawa, kejuaraan ini dipantau dan mendapat perhatian serius dari pihak kolonnial Belanda. Itu tercermin dari pemuatan peristiwa penting olah raga tennis tersebut dalam surat kabar De Locomotif 30 Desember 1935. dengan Judul yang kalau diterjemahkan berbunyi : "Kejuaraan Tennis Seluruh Jawa dari Pcrsatuan Lawn Tennis Indonesia" . Namun, di pihak lain, ini juga berarti pengakuan pihak Belanda bahwa ANILTB telah mendapatkan saingannya.

    Tanggal 26 Desember 1935 kemudian dicatat sebagai kari lahirnya PELTI

    Gagasan pendirian PELTI sendiri, yang dikemukakan pada Kejuaraan Tennis di Semarang itu. berasal dari Mr. Budiyanto Martoatmodjo. tokoh tennis dari Jember - ia kemudian dianggap sebagai pencetak dasar utama pendirian organisasi PELTI. Ketika mcnguraikan azas dan tujuan pendiriannya ia mcngatakan bahwa PELTI, sebagaimana organisasi kebangsaan lainnya, sama sekali "Tidal bersifat mengasingkan diri." Maka PELTI akan selalu siap bekerja lama dengan persatuan tennis manapun dan apa saja, asal atas dasar saling menghargai.

    Diungkapkan pula. tujuan praktis utama PELTI adalah mengembangkan dan memajukan permainan lawan tennis di tanah air dan bagi bangsa sendiri. Dengan cara ini. Iebih jauh, diharapkan akan dicapal tali persaudaraan yang erat di antara segala perhimpunan dan pemain tennis bangsa Indonesia. PELTI juga akan menyebarluaskan peraturan permainan, memberi keterangan dan bantuan dalam pembuatan lapangan tennis. Juga mengadakan dan mengatur serta menyumbang bagi terlaksananya pertandingan, di samping berusaha memasyarakatkan permainan tennis itu sendiri.

    Gagasan pendirian PELTI mendapat dukungan yang memadai, khususnya di kalangan yang berani mengambil resiko berhadapan dengan pemerintah kolonial, termasuk dari kalangan yang terpandang. Di Semarang saja, para simpatisan semacam itu tidak sedikit jumahnya. Misalnya: Dr. Buntaran Martoatmodjo (yang kemudian, sejak 1935, menjadi ketua PELTI lima tahun berturut-turut), Dr. Rasjid, Dr. Mokhtar, Dr. Sardjito, R.M. Soeprapto, Nitiprodjo, dan beberapa lainnya. Dari Para tokoh berbagai kota Iainnya, dukungan diwakili oleh: Mr. Budhiyarto Martoatmodjo (Jember), R.M. Wazar (Bandung), Djajamihardja (Jakarta), Mr. Susanto Tirtoprojo (Surabaya), Mr. Soedja (Purwokerto), Berta Mr. Oesman Sastroamidjojo, ahli olah raga tennis yang namanya terkenal di Eropa.

    Pada umumnya, mereka memandang simpatik gagasan Dr. Hoerip, yang sebernarnya sudah dicetuskan sejak 1930, diilhami oleh berdirinya PSSI pada 30 April tahun itu. Tapi para tokoh tadi berbeda pendapar dalam beberapa hal, terutama mengenai saat yang tepat bagi pendirian Induk organisasi tennis Itu. Dari berbagai sikap yang lahir - revolusioner, moderat, plintat-plintut - akhirnya golongan tengahlah yang merupakan mayoritas. Pengalaman pahit saat-saat pendirian PSSI tampaknya menjadi cermin pembanding bagi para pelopor PELTI, hingga mereka memilih bersikap Iebih hati-hati menghadapi reaksi pemerintah Belanda - mereka tentunya tidak senang melihat setiap kegiatan yang bersifat mempersatukan kekuatan. Para pendiri PELTI tidak Ingin organisasi yang akan mereka dirikan mati dalam kandungan. Itulah sebabnya PELTI baru berdiri lima tahun kemudian, 1935.
  2. Era Pengembangan (1936 . 1940)
    Saudara sekandung, namun latar belakang pendirian PSSI dan PELTI bertolak punggung. Kalau PSSI lahir berdasarkan kesatuan pendapat berbagai perkumpulan sepakbola - yang nyata-nyata ingin rnemisahkan diri dari Persatuan Sepak Bola Hindia Belanda - PELTI dilahirkan oleh gagasan perorangan yang sekaligus menggerakkan nya. Karena itu, kelemahan utama PELTI sejak awal Iahirnya adalah dibidang organisasi. Tidak jelas siapa yang sebenarnya berhak menjadi nnggotanya: persatuan/ daerah, perkumpulan/klub, atau perorangan. Inilah yang dimanfaatkan secara baik oleh ANILTB dengan menetapkan politik devide et impera -nya.

    Praktek "pecah dan kuasailah" Itu berangkat dari kecemburuan dan kekhawatiran - cemburu tersaingi dan kehilangan pamor, khawatir PELTI menjadi perpanjangan kegiatan politik untuk mencapal kemerdekaan. Dua hal Ini tersirat dalam bcrita surat kabar De Indische Courant, yang terbit di Surabaya. Sabtu 13 April 1936: Bagi Kedirische Tennisbond (Pcrsatuan Tennis Kediri milik orang Belanda - Red.) tahun lewat sangat penting . Tennis mulai berkembang di kalangan rakyaf di luar masyarakat Belanda."

    Mereka tampaknya cemas melihat bermunculannya bibit-bibit muda berbakat di kalangan warga Indonesia. khususnya di kota-kota besar. Misalnya. di Bandung: A.A. Katili, Ketje Soedarsono, Carebert Singgih. Caroline Singgih, dan Soedjono. Di Solo: Panarto, Soeharto, Srinado, dan Soeparis. Di Surabaya: Doelrachman, Lantip, Tumbelaka, dan Latumeten.

    Dan Inilah yang dilakukan keempat "Pendawa" Surakarta: di bawah pimpinan Pangceran Soerjohamidjojo, mereka (Panarto, Soeharto, Soeparis, Srinado) menyerbu geIanggang Bandoengsche Tennis Unie

    (BTU). Ketika itu, 1937, Soeparis yang baru berusia 15 tahun menyapu bersih seluruh lawannya, dengan flying forehand-nya yang patent itu. Bahkan jago pihak sana, Cooke, ikut tersikat. ANILTB pun tergeser.

    Akibat Iebih jauh, PELTI lalu dianggap rival serius oleh ANILTB. Padahal waktu itu, berbagai persatuan dan klub tennis di kota-kota besar, seperti Persatuan Tennis Indonesia Bandung (PTIB) dan di Jakarta, belum menjadi anggota PELTI. Namun, dalam keadaan demikian, dan dalam langkahnya dana, organisasi tennis Indonesia "asli" itu sanggup menyclenggarakan turnamen tahunan. Maka tak terlalu salah bila pihak Belanda mengendus sesuatu yang berbau idealisme politik di dalam tuhuh PELTI.

    Menganggap sudah begini berbahayanya sang rival, maka menjelang kejuaraan PELTI, 1937, di Yogyakarta, ANILTB- mengharuskan PELTI bergabung dengannya. Bahkan dengan nada yang mengancam keselamatan PELTI. Ancaman ini sempat menggoyahkan organisasi tennis Indonesia itu, sampai lahir usul agar diadakan scmacam gentlemen's agreement (perjanjian persahabat-an). Tapi usul itu ditentang keras oleh I'B PELTI.

    Ada baiknya dikutip risalah rapat PELTI, yang dikeluarkan pada tahun 1939:

    "Ketua PELTI: Mengenai gcntlement's agreement itu, sebaiknya kita menunggu saja dahulu dan mengarnbil sikap berhati-hati dan waspada. Yang paling penting bagi kita adalah masuknya semua persatuan-persatuan tennis dahulu. Per tandingan persahatan dan dengan ANILTB dapat diadakan tiap saat jika dipandang perlu."

    "Dalam tahun 1937 mereka telah mengancam kita waktu PELTI hendak mengadakan turnamen kejuaraan yang ketiga. Mereka mengharuskan kita untuk masuk ke dalam ANILTB. Hal ini menimbulkan kegegeran di kalangan kita. Kemudian membicarakannya dalam rapat menentukan secara bulat bahwa PELTI harus merupakan suatu organisasi nasional seperti halnya dengan PSSI. Kerja sama dengan lainnya permainan dengan sendirinya selalu kita usahakan dengan giat."

    Dengan menegaskan bahwa "PELTI harus merupakan suatu organisasi nasional yang tetap seperti halnya dengan PSSI" , maka makin jelas sikap persatuan tennis Indonesia yang patriotic.

    Dalam keadaan demikian, PELTI tidak ingin memhahi huta. PELTI memilih menggescr scat herlangsung pertandingan tahunannya, dari hari-hari Libur Natal (Desember) ke hail liburan Paskah. Dengan demikian, rncreka menghindari hentrokan - yang tidak( prinsip - dengan kegiatan pertandingan ANILTB. itulot rnulai dilakukan PELTI saat merayakan lustrumnya yang

    pertama, 1939. pada tahun itu pula herlangsung kongresnya yang pertama.

    Pertandingan yang berlangsung di pasir . Kaliki, Bandung ? lapangan baru dan bagus, dan berkat jasa baik F. Buse - mempertemukan Samhoedjo dan Panarto di final tunggal putra. Pertarungan in dimenangkan oleh Samhoedjo, yang sekaligus menjadi juara untuk ketiga kalinya. Mahkota juara tunggal putri diraih oleh adiknya, Soelastri, yang juga berarti mempertahankan juara untuk tiga kali beruntun. Juara ganda putra digondol pasangan Santos/Sanjoto Hoerip, untuk kedua kali berturut-turut. Keperkasaan Keluarga Hoerip di lapangan tennis dikukuhkan oleh pasangan Soelastri/Soeharniati, yang merampas juara ganda wanita, untuk ketiga kali pula.

    Dalam kcadaan tetap diincar oleh ANILTB, permasalahan keanggotaan PELTI tetap menjadi ganjalan. Baru setelah kongres pertamanya, 30 April 1939, masalah keanggotaan ini dibicarakan lebih sungguh-sungguh. Toh selama empat tahun sejak berdirinya, hanya berbekal tekad sekelompok orang, PELTI membuktikan dirinya mampu bertahan. Malahan, organisasi ini berhasil menyelenggarakan kejuaraan tahunannya, dengan peserta yang kian bertambah dan mute yang makin baik.

    Saat inilah PTIB dengan resmi menjadi anggota PELTI. Kcjuaraannya dibakukan sebagai "Kejuaraan Tennis Indonesia" . Mutunya yang kian meningkat diakui oleh surat kabar A.1.D. de Preangerbode, 3 Mei 1939. Surat kabar yang terkenal reaksioner ini menulis:

    "Semua juara digondol oleh kelurga Hoerip. Turnamen yang diikuti oleh banyak pemain kuat."

  3. "Jika ada suatu turnamen tennis yang sungguh dapat dibanggakan, justru itulah kejuaraan Indonesia yang baru diselenggarakan PELTI ini. Jarang sekali - terutama di Bandung - kita menyaksikan suatu turnamen tennis, dan tenama yang diselenggarakan dengan rapih dan bagus sekali."

    "Mengenai organisasi yang bagus ini, terus terang, di Bandung ini jarang sekali kita saksikan, lebih-lebih pada waktu akhir-akhir ini. Dalam hal pengorgaisasian, ternyata PTIB melebihi perkumpulan lain di kota ini. Mengenai umpires dan linesmen misalnya, lama sebelum turnamen dimulai telah disiapkan orang-orangnya. Mr. Oesman dan kawan-kawan telah membuktikan bagaimana seharusnya menyelenggarakan sebuah turnamen yang baik. ... Kepada mereka kita sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya."

    "Bukan segi organisasi saja, tapi dari sudut pcrmainan pun turnamen telah sangat berhasil ..."

    Era pengembangan PELTI ditutup dengan kejuaraan tennis nasional di Surabaya, 1940. Pada kesempatan ini, seluruh jago-jago tennis Indonesia ikut serta, kecuali Samboedjo Hoerip. Gelar tunggal putra diraih A.A. Katili dari Jakarta, yang menundukkan Lantip di final. Ganda putra dijuarai Panarto/Doelrachman. Pada kesempatan inilah Iahir dua pemain berbakat besar, Tan Liep Tjiauw dari Blitar, dan Toto Soetarjo dari Bandung.

    Perlu ditambahkan sedikit mengenai gebrakan-gebrakan PELTI, terutama kegiatan yang berlangsung dalam rangka lustrumnya yang pertama di Bandung. Banyak pihak yang menganggap bahwa dari Bandunglah kemenangan telah dimulai; keadaan kartu yang dimainkan menunjukkan kekuatan telah berada di tangan kita. Kenyataan ini tampaknya disadari oleh Tuan Janz, ketua Bandoengsche Tennis Unie (BTU). Menyaksikan turnamen di Bandung atas undangan, konon dialah yang menyarankan epada ANILTB agar mengakui saja PELTI sebagai induk organisasi tennis, sehingga dapat berjalan berdampingan dalam suasana yang bersahahat. Dengan demikian Janz berharap berbagai turnamen ANILTB tidak akan ditinggalkan para pemain Indonesia.

    Entah karena nasehat Janz atau karena situasi internasional yang memburuk, atau karena kedua-duanya, ternyata ANILTB mulai mengambil sikap yang terkesan tidak memusuhi PELTI lagi. Yang jelas, minimal mereka telah menghentikan kasak-kusuknya kepada PELTI dan para anggotanya.

    Pihak PELTI sendiri, yang sejak mula berasas mau hekerja sama dengan organisasi mana pun juga, menghargai perubahan sikap ini dengan diam-diam. Perubahan status quo itu dinilai membuktikan bahwa kekuatan organisatoris telah beralih ke pihak Indonesia. Sementara PELTImenyelenggarakan kejuaraan tahunan keenamnya di Surabaya, yang diselenggarakan oleh Indonesische Tennis Organisatie Surabaya (ITOS), ANILTB tak sempat lagi mengadakan jaarlijksche kampioenschappennya. Tampaknya serbuan Pasukan NAZI ke Negeri Belanda mempengaruhinya.
  4. Masa Nonaktif (1941-1949)
    Getaran Perang Dunia II mulai mengimbas ke Nusantara. Pemerintah kolonial dan orang-orang Belanda mulai kalang-kabut, dan lalu lari terbirit-birit begitu pasukan pendudukan Jepang menjejakkan kakinya di Indonesia. Semua orang yang asing dan pribumi, mulai hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri.

    Pada masa pendudukan Jepang ini, kegiatan PELTI pun terhenti. Bukan saja karena keadaan ekonomi yang kian suram, tetapi juga karena kaum penjajah baru melakukan pembuharan semua organisasi, yang politik, sosial, maupun olah raga. Seluruh kegiatan kemudian dihimpun dalam saw wadah yang disebut Tai Iku Kai ( "Persaudaraan Nippon-Indonesia" ).

    Selama masa ini, hanya dua kali Tai Iku Kai menyelenggarakan kejuaraan tennis. Yang pertama, 1942, yang mengikutsertakan seluruh petennis di Jawa, menampilkan Tan Liep Tjiauw sebagai juara tunggal putra setelah di final menundukkan A.A. Katili. Di nomor ganda putra, Tan Liep Tjiauw yang herpasangan dengan Oei Beng Liem mengalahkan Soeharto/Srinado di final. Pada kejuaraan kedua, 1943, juara tunggal diraih A.A. Katili setelah di final mendepak Ketje Soedarsono.

    Pada zaman serba susah itu, kejuaraan utama para petennis bagaimana mendapatkan bola dan raket - kalau pun ads itu pun merupakan stok dari zaman Belanda. Di kota-kota kecil kesulitan yang lebih parah menjadikan tennis olahraga tabu.

    Pembentukan Gerakan Latihan olah Raga Rakyat (Gelora) pada ambang keruntuhan Jepang, 1944, sebagai ganti Tai Iku Kai, tak banyak menolong. Situasi yang nonaktif dan mandek ini Nikon saja menahan lahirnya bakat-bakat baru, tetapi juga menyendatkan perkembangan bibit-bihit yang mulai tumbuh. Itulah yang dialami Doelrachman, Ketje Soedarsono, dan Toto Soetarjo. Perang malahan merenggut petennis andal Samboedjo Hoerip.

    Kalau di zaman Jepang sekali-sekali masih ditemui orang hermain tennis, di masa awal kemerdekaan Indonesia seluruh upaya tercurah kepada penyelamatan Republik yang baru, Iahir. Keadaan ini tentu tidak bcrlaku di kawasan pendudukan Belanda.

    Kegiatan olahraga mulai dibangkitkan pada 1947, dengan berlangsungnya Kongres Olahraga, Januari tahun itu. Salah satu keputusannya adalah: Gclora warisan jepang dikuburkan, dan Persatuan Olah Raga Republik Indonesia (PORI) dinyatakan berdiri. Seluruh induk kegiatan olahraga, seperti PSSI, PAST (atletik), dan PELTI, dihidupkan kembali dan ditetapkan sebagai anggota otonom PORI. (PORI pada hakekatnya nama baru bagi Ikatan Sport Indonesia (ISI) dari zaman sebelum Perang Dunia II, yang diketuai Soetardjo).

    Tahun berikutnya, 1948, berlangsung Pekan Olah Raga Nasional (PON) I, di Solo. Tennis termasuk cabang olahraga yang dipertandingkan. Meski PON pertama ini tak sempat menghadirkan sejumlah pemain tennis kawakan, tapi peristiwa tersebut merupakan titik tolak b angkitnya rasa kebersamaan dan persatuan, khususnya di kalangan olahragawan, termasuk di antara para petennis. Pertandingan tennis PON I menampilkan Toto Soetarjo dan Nyonya Soedomo sebagai juara tunggal putra dan putri. Sedang ganda putra dan campuran masing-masing direhut oleh pasangan Soejono Toto Soetarjo dan Mapaliey/Nyonya Soedomo.